Harga Perkantoran Jakarta Tembus Rp 55 Juta Per Meter Persegi!
29 Agustus 2013
JAKARTA, KOMPAS.com - Kendati realisasi pertumbuhan ekonomi sampai dengan semester I 2013 hanya 5,9 persen, namun tak mengurungkan niat perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnisnya yang membutuhkan ruang kantor baru.
Meningkatnya kebutuhan ini berdampak pada melesatnya harga perkantoran sewa dan strata kelas A. Saat ini, harga perkantoran sewa di kawasan bisnis terpadu (central business district/CBD) Jakarta sudah mencapai Rp 300.000-Rp 500.000 per meter persegi/bulan di luar biaya servis. Sementara harga perkantoran strata menembus angka Rp 55 juta meter persegi.
Demikian dipaparkan Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia, Todd Lauchlan kepadaKompas.com, Kamis (29/8/2013).
"Menariknya, pertumbuhan tersebut, terutama perkantoran strata didorong oleh peningkatan kebutuhan domestik, diikuti oleh perusahaan asing (multinasional)," ujarnya.
Perusahaan-perusahaan tersebut, terutama yang bergerak di sektor keuangan (perbankan dan asuransi), sumber daya alam (pertambangan, perkebunan, minyak dan gas), jasa konsultasi (hukum dan pajak) serta konstruksi, berkontribusi terhadap kinerja ruang perkantoran.
Meroketnya harga perkantoran dengan pertumbuhan lebih dari 30 persen, lanjut Todd, sudah terjadi sejak 2010. Harga permintaan (asking price) pada 2010 mencapai Rp 18 juta-Rp 20 juta per meter persegi. Setahun kemudian melonjak menjadi Rp 22 juta-Rp 25 juta per meter persegi. Tahun 2012 meningkat lagi menjadi Rp 25 juta-Rp 40 juta per meter persegi, hingga saat ini posisi transaksi berada pada level Rp 35 juta-Rp55 juta per meter persegi.
Pertumbuhan harga perkantoran di Jakarta masih akan terus berlanjut hingga mencapai angka maksimal Rp 70 juta per meter persegi tahun depan. Meski terus tumbuh, namun masih rendah bila dibandingkan dengan harga perkantoran di kota-kota kawasan Asia Pasifik lainnya seperti Singapura, Hong Kong, Mumbai, Tokyo dan Sydney. Jakarta hanya unggul dari Kuala Lumpur.
"Sampai akhir 2013 pasar tetap kuat karena pertumbuhan ekonomi masih positif yang dipicu tingginya tingkat investasi asing dan domestik. Demikian juga dengan prospek pada 2014, Jakarta masih menarik untuk investasi," ujar Todd.
Meskipun berbagai indikator menunjukkan pertumbuhan positif, namun pelaku industri properti sendiri memilih untuk lebih realistis. Apalagi di tengah gejolak ekonomi saat ini plus tahun 2014 mendatang ada perhelatan akbar Pemilihan Umum yang berpotensi terjadinya penundaan transaksi.
Managing Director Property Lippo Group Craig Williams mengatakan tahun depan tidak akan sepesat awal tahun ini atau sebelumnya. "Kami lebih realistis. Tahun 2014, sektor perkantoran dan properti secara umum mungkin akan flat," tandas Craig.
|
|